Rabu, 21 Desember 2016

MENGUPAS SEJARAH WATU KLOSO DESA NGEBRUK KEC.SUMBERPUCUNG

Menelusuri asal mula watu Kloso
Di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang terdapat sebuah benda purbakala berupa sebuah batu andesit rata yang berukuran + 2 X 1,5 meter. Menurut cerita turun-temurun dari warga setempat batu tersebut adalah bekas tempat sholat dan berdzikir seorang perempuan suci bernama Nyai Fatimah, atau disebut juga Nyai Dewi Pertimah. Menurut ceritanya, Nyai Dewi Pertimah (Fatimah) adalah orang yang taat menjalankan ibadah sesuai syareat Islam, orang yang selalu ikhlas menjalankan Laku Utomo (amal kebaikan), sehingga setiap orang menyebutnya orang “SUCI”. Konon ceritanya setiap kali Nyai Dewi Pertimah bepergian ke suatu tempat selalu menyempatkan diri singgah di Batu tersebut untuk menunaikan sholat dan berdzikir. Karena seringnya beliau menunaikan sholat dan berdzikir di atas batu tersebut, sampai jejaknya membekas di atasnya, cekungan bekas telapak kaki, telapak tangan, bathuk kepala dan tempat bersimpuh masih membekas pada batu itu. warga setempat menyebut batu tersebut “WATU KLOSO” dalam bahasa Indonesia artinya “Batu Tikar”. Namun dari penelitian yang penulis lakukan didapatkan fakta bahwa ternyata penyebutan Watu Kloso bukan berarti Batu Tikar seperti yang dimaksud oleh kebanyakan orang, tetapi mengandung arti khusus seperti ini :
  1. Nyai Dewi Pertimah atau Nyai Fatimah (Orang yang selalu menuaikan Sholat  dan berdzikir sehingga jejaknya membekas di atas batu itu);
  2. Sifat-sifatnya yang selalu ikhlas menjalani laku utomo (amal kebaikan) disebutnya dan diakui warga sekitar sebagai orang suci;
  3. Kata “Suci”, dalam bahasa Arab adalah “Qilashun” atau “Qilosho“;
  4. Sebutan Watu Kloso adalah sebutan dalam lidah Jawa;
  5. Makna Watu Kloso yang sebenarnya bukan batu tikar, tetapi “ Batu Suci”, yaitu batu tempat orang suci yang selalu tekun menjalani ibadah kepada Allah Subkhanahuwata’ala rajin menjalankan Shollat, bersimpuh dan bersujud seraya selalu berdzikir kepadaNya. Oleh karena itu batu tersebut selalu dijaga kesuciannya.   

Situs “Watu Kloso” tersebut dapat menjadi bukti bahwa pada saat itu di wilayah ini telah masuk ajaran Islam.
(Watu Kloso dilihat dari jaak dekat)


Hingga saat ini batu tersebut disakralan oleh warga setempat, dan dipelihara kebersihannya. Batu ini sangat unik karena seperti ada pengaruh religius yang selalu mendorong siapapun yang datang ke tempat itu selalu ingat sholat dan selanjutnya ingin melakukan sholat dan berdzikir ditempat itu. Konon ceritanya mendirikan sholat ditempat ini akan merasakan ketenangan dan kekhusukan yang tiada tara, selanjutnya merasa betah berlama-lama berdzikir ditempat ini. Diyakini bahwa situs Watu Kloso hanya ada satu-satunya di dunia ini.

Kondisi aslinya batu itu berbentuk rata melebar, tetapi yang diberi atap hanya bagian yang ada bekasnya saja seperti dalam foto. Atap yang memayungi batu tersebut baru dibangun antara tahun 2007-2013 sewaktu Kepala Desanya dijabat oleh P.Nardi. Batu tersebut diperkirakan mulai ada sejak adanya desa Ngebruk (+ tahun 1800-an). Hingga saat ini batu tersebut masih sering dikunjungi warga setempat untuk mengenang ketulusan Nyai Fatimah dalam beribadah dan beramal sholeh menjalani Laku Utomo. Dengan berkunjung ketempat ini akan menginfirasi untuk mengamalkan ibadah seperti yang dilakukan Nyi Fatimah.


BAHASAN KEDUA

Mengungkap sejarah Nyai Fatimah gerangan siapakah beliau ini ?

Hingga saat ini (191216) misterti keberadaan Watu Kloso yang terletak di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung belum terungkap, namun menurut cerita secara turun temurun dari warga Desa Ngebruk menceritakan bahwa Watu Kloso tersebut adalah tempat sholat dan dzikirnya Nyai Fatimah. Lalu siapakah Nyai Fatimah tersebut?

Dalam artikel “mengupas sejarah makam mbah Mbodo” disebutkan bahwa asal-usul orang Sumberpucung kebanyakan dari Tulungagung, yaitu pada saat Tumenggung Surontani dari Katemenggungan Ngrowo (sekarang Tulungagung) seorang senopati Mataram diberi titah untuk meredakan pemberontakan “Panji Pulangjiwo” penguasa Brang Wetan (Malang, Pasuruan, Lumajang, dll.) yang akan melepaskan diri dari kekuasaan Mataram.

Dari asal usul tersebut penulis menelurusi makam tokoh-tokoh Tulungagung masa lalu dengan harapan dapat menemukan petunjuk tentang Nyai Fatimah. Pada akhirnya jerih payah itu menemukan hasil. Tersebutlah adanya 9 situs makam keramat di Tulungagung, salah satu diantaranya adalah makam Nyai Fatimah atau lebih dikenal dengan Nyai Lidah Hitam. Menurut cerita Nyai Lidah Hitam adalah seorang yang sekti mandraguna istri dari Kyai Abu Mansur dari Desa Tawangsari,Tulungagung. Kyai Abu Mansur adalah seorang ulama yang juga ahli Kanuragan Sekti Mandraguna yang termasyhur, memiliki perguruan pencak silat dengan murid yang cukup banyak.

Julukan Nyai Lidah Hitam dalam bahasa Belanda disebut (Tong zwart) sebenarnya datang dari para Kompeni Belanda. Menurut tokoh spritualis asal Tulungagung Abah Edi Purnomo, karena ucapan beliau yang selalu bertuah (selalu menjadi kenyataan), maka para kompeni sering dibuat kelabakan dalam menghadapi sepak terjang Nyai Lidah Hitam ini. Di ceritakan suatu ketika keluarga Abu Mansur II ini pernah kedatangan seorang tamu. Entah apa maksudnya, ada kesan sepertinya ingin menjajal kesaktian keluarga Abu Mansur atau tujuan lain. Yang jelas tamu tersebut merasa kurang puas dengan penyambutan pihak keluarga. Akhirnya dengan terpaksa tampil Nyai Lidah Hitam dengan kesaktiannya yaitu menggoreng batu dengan tangan di atas kembennya. Makin lama batu tersebut makin memanas, bahkan panasnya sampai dapat mematangkan butiran beras, dan terbirit-biritlah tamu itu pergi tanpa pamit.

Nyai Fatimah alias Nyai Lidah Hitam adalah anak kedua dari Kyai Ageng Basariyah seorang tokoh agama Islam di Tulungagung. Nyai Fatimah adalah isteri dari KH Abu Manshur, ulama besar pada kerajaan Mataram Islam (abad ke-18) yang terkenal ahli bela diri pencak silat. Kedua pasangan suami istri ini bukanlah orang sembarangan, kedua duanya orang sakti mandraguna. Mereka adalah anggota keluarga kerajaan Mataram Islam.

Mengingat akan kesaktian kedua orang tersebut, diduga kuat mereka ikut berjuang bersama Tumenggung Surontani memerangi Panji Pulangjiwo. Karena orang-orang seperti beliau ini saat itu sangat dibutuhkan tenaganya guna memerangi musuh. Di samping berjuang mereka menyebarkan agama Islam di Sumberpucung.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Nyai Lidah Hitam adalah orang sakti mandraguna. Dari temuan ini bila dipadukan dengan adanya peninggalan Watu Kloso dan cerita rakyat setempat, terdapat beberapa indikasi tentang adanya kesamaan karakter antara Nyai Fatimah alias Nyai Dewi Pertimah yang meninggalkan pelisan Watu Kloso dengan Nyai Abu Mansur alias Nyai Fatimah alias Nyai Lidah Hitam. Dengan alasan sebagai berikut :

1.      Pada era Tumenggung Surontani berkiprah dalam perang melawan Panji Pulangjiwo di wilayah Sumberpucung, banyak orang-orang Tulungagung yang datang ke Sumberpucung dengan beban tugas dan misi masing-masing namun dalam satu tujuan, yakni memenangi perang ;

2.      Nyai Fatimah yang dijuluki warga Desa Ngebruk sebagai orang suci, meninggalkan petilasan berupa Watu Kloso, adalah warga pendatang dari Tulungagung;

3.      Di Tulungagung Nyai Fatimah dikenal orang sakti mandraguna dengan julukan Nyai Lidah Hitam;

4.      Diduga kuat Nyai Fatimah dengan suaminya ikut membantu Tumenggung Surontani dalam perang melawan Panji Pulangjiwo di Kepanjian.

5.      Tentara Mataram pimpinan Tumenggung Surontani yang menyerang Panji Pulangjiwo bermarkas di Dusun Mentaraman Desa Ngebruk (letak Watu Kloso berada). 

6.      Di Desa Ngebruk tidak ditemukan jejak makam Nyai Fatimah.

7.      Makam Fatimah atau lebih dikenal Nyai Lidah Hitam di komplek pemakaman keluarga Kyai Abu Mansur di belakang masjid Tawangsari Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.


Dengan demikian sangat kuat dugaan bahwa Nyai Fatimah alias Nyai Dewi Pertimah yang meninggalkan petilasan Watu Kloso tersebut adalah : Nyai Fatimah alias Nyai Lidah Hitam alias Nyai Abu Mansur yang makamnya berada di Desa Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung.



SILSILAH KETURUNAN NYAI FATIMAH DERAJAT KEATAS


SYECH MAULANA MAGHRIBI

(Konon menikah dg Dewi Roso Wulan adik Sunan Kalijaga)

][

R. KIDANG TELANGKAS/JAKA TARUB / KI AGENG TARUB

( menikah dg BIDADARI NAWANGWULAN)

][

DEWI RETNO NAWANGSIH

( diperistri R. Bondan Kejawan bin Brawijaya V)

][

KI AGENG GETAS PENDOWO ( SYECH ABDULLOH)

][

KI AGENG SELO ( SYECH ABDURRAHMAN)

][

KI AGENG HENIS

][

KI AGENG PEMANAHAN

][

PANEMBAHAN SENOPATI SUTAWIJAYA – RAJA MATARAM  I

][

P. HARIA PRINGGALAYA

( kemungkinan beliau adalah putra sang Panembahan,

  dari permaisuri II yakni : Dewi Retno Djumilah Madiun)

][

P. PADUREKSO ( Adipati Gresik )

][

P. DARPA SENTANA ( Adipati Gresik )

][

P. BAGUS ABDUL IMAN/ABDUL ‘ ALIM  ( Adipati Sumoroto Ponorogo )

][

KIAI AGENG NALAJAYA /   P. DUGEL KESAMBI/ KIAI AGENG PRONGKOT ( Adipati Sumoroto Ponorogo )

][

R.MAS BAGUS HARUN (KYAI AGENG BASYARIYAH) – Sewulan, Madiun

][

NYAI FATIMAH alias Nyai Abu Mansur alias Nyai Lidah Hitam –Tawangsari,Tulungagung


R.M. BAGUS HARUN (Ki Ageng Basyariyah) mempunyai  9 (sembilan) orang anak,  4 Putri dan 5 Putra, yaitu :

    Nyai Santri ( istri Kyai Santri Tumenggung Alap-alap Caruban)- Nenek dari “Gusdur”
    Nyai Fatimah alias Nyai Abu Mansur, alias Nyai Lidah Hitam, Tawangsari-Tulungagung
    Nyai Machalli, Uteran-Madiun
    Nyai Tafsiruddin Onggodiwiryo, P. Singonegaran I,Kediri
    Kyai Wongsoriyyah, Pulosari- Ponorogo
    Kyai Muhammad Nali,  Patih Pengulu – Patihan Rowo-Kertosono
    Kyai Muhammad Rifangi, Patih Pengulu- Japanan-Mojoagung
    Kyai Muhammad Shoriyah, Selosari-Prambon-Madiun
    Nyai Hasyim Umar Shodiq, Kanten – Babadan-Ponorogo


BAHASAN KETIGA

Potensi Yang Dapat Dikembangkan

Situs tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata religius bagi penganut Islam, namun harus dibangun fasilitas yang lebih memadai, misalnya bangunan berbentuk mushollah atau joglo yang dapat dipergunakan untuk sholat berjamaah, berdzikir bersama dengan kapasitas di atas 25 orang. Bangunan dibuat memenuhi standar Pariwisata, yaitu : ada akses jalan, pelataran Parkir, Toilet, tempat wudlu, dan lain-lain yang terkait.

            Penulis sangat yakin bahwa apabila dikelola dengan baik situs tersebut akan menjelma menjadi tujuan wisata religus baru yang akan banyak diminati pengunjung, selanjutnya akan menciptakan lapangan kerja bagi daerah sekitar lokasi wisata.

Kiranya sekian pembahasan ini, bila ada kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.


Dikutib dari berbagai sumber.

Dianalisa, diurai dan dirangkum oleh :

Denmbahbei, 21 Desember 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar