Senin, 17 Juli 2017

ARCA WATU GATHÈL DAN SEJARAH LOKALISASI DI SUMBERPUCUNG


Dari penelitian yang penulis lakukan mengenai pelacuran di Sumberpucung, didapat suatu cerita mengenai perjalanan sejarahnya yang cukup unik dan menarik untuk diambil sebagai bagian dari sejarah masa lalu yang perlu juga untuk kita ketahui.
Ternyata sejak dulu bisnis pelacuran di Sumberpcung ini sudah ada. Terkait dengan keberadaan arca Watu Gathèl (Arca lingga yoni dimana lingganya berbentuk Penis) terletak di Desa Ngreco, Kecamatan Selorejo, masuk Kabupaten Blitar (berbatasan dengan Kabupaten Malang), apakah pembuatannya terinspirasi dari banyaknya Pelacur yang sering berkumpul di tempat ini, atau arca ini sebelumnya sudah ada dan dimanfaatkan sebagai tempat berkumpulnya para pelacur untuk memulai kerjanya, belum diperoleh kejelasan yang pasti, namun dari hasil penelusuran sejarah dapat dikisahkan bahwa, sejak dahulu kala profesi pelacur jalanan ini ternyata sudah ada, tempat berkumpulnya para pelacur jalanan ini di lokasi Arca Watu Gathèl, konon ceritanya setelah mereka berkumpul di tempat itu lalu mengadakan kesepakatan ke arah mana mereka beroperasi, setelah dicapai kesepakatan arah mana mereka beroperasi, maka arca itu dirubah arahnya disesuaikan dengan arah yang dituju, maksud dari merubah hadapnya arca itu agar teman-teman yang kemungkinan ada yang tertinggal atau ada pria hidung belang yang ketinggalan, apabila menyusul agar menuju ke arah condong hadapnya Arca Watu Gathèl. Misalnya arca Watu Gathèposisinya condong ke arah utara, maka operasional para pelacur itu ke arah utara, bila Watu Gathèl menghadap ke barat, maka operasional para pelacur itu menuju ke Barat, dan seterusnya. Arca Watu Gathel ini menjadi titik berkumpulnya para pelacur dalam memulai beroperasi mencari pelanggan, selanjutnya arah hadap condong Watu Gathèadalah code penunjuk arah sebagai alat komunikasi bagi mereka yang terlambat berkumpul agar menyusul teman-temannya yang telah berangkat terlebih dulu menuju ke arah mana menghadapnya Arca Watu Gathèl. Ada cerita lucu tentang watu Gathèl, suatu ketika ada pelacur yang iseng, kepala patung gathel itu di bedaki (dipupuri). Pagi harinya orang sekampung geger, karena laki-perempuan, tua-muda, besar-kecil, mukanya berbedak (pupuran) semuanya, usut punya usut ternyata penyebab gara-garanya karena dibagian Gathelnya patung itu ada yang mupuri. qqqqq
 Belum diketahui sejak kapan Arca Watu Gathèl itu dibuat, namun melihat ciri-cirinya patung ini dibuat setelah adanya patung Ganesha Karangkates. Logikanya adalah, Patung ganesha Karangkates ini dibuat pada jaman Singosari 1222-1292 Masehi, di lokasi sekitar Patung Ganesha Karangkates adalah daerah strategis, yaitu berada pada pertemuan 3 (tiga) sungai, yaitu : Brantas, Lawor dan Kali Biru,  setelah adanya patung Ganesha lokasi di sekitas Patung Ganesha menjadi ramai, banyak pemukim-pemukim baru mendirikan tempat tinggal, selanjutnya berdirilah perkampungan-perkampungan. Dan ramainya daerah ini sangat logis berimplikasi terhadap tumbuhnya praktek pelacuran. sayangnya Arca Watu Gathèl itu sudah tidak utuh karena bagian Kepalanya (Gathèlnya) telah terpotong.
Pada tahun 1888 jalur Kereta Api Malang-Blitar mulai dibangun oleh Belanda. Banyak orang-orang Cina yang ikut bekerja dalam pembangunan itu. Pada saat pembangunannya sudah sampai antara Sumberpucung-Karangkates, para pekerja Cina itu membangun kamp di Dusun Sumberayu, Karangkates. Dan kampung itu oleh warga sekitar disebut "Kampung Singkèkan". Kampung ini menjadi langganan para Pelacur jalanan untuk memenuhi kebutuhan biologis para singkèk-singkèk itu, sampai akhirnya ada yang mendirikan Germo di dekat Sumber air di tempat itu, sehingga tempat kampung singkèkan ini disebut juga Sumberayu, karena lokasi sumber itu menjadi tempat mandinya para pelacur tersebut. Kebiasaan orang jawa dulu kalau menyebut pelacur bahasa halusnya adalah "Wong Ayu", sedangkan bahasa kasarnya adalah : balon, Sundel, Senuk, Begenggek, yang tidak mau menyebut sebutan pelacur menyebutnya dengan "Konokan" dan lain-lain.  
Asal mula adanya Lokalisasi Suko
Pada sekitar tahun 1960 di sudut-sudut desa di Kecamatan Sumberpucung banyak bertebaran germo-germo tempat pelacuran. Tercatat ada 8 germo, yang lokasinya menyebar di hampir seluruh desa di Kecamatan Sumberpucung. yaitu : di Dusun Suko didirikan P.Sirman, di Ngrancah dijalankan oleh B.Tasmi, di Ngebruk Kulon Stasiun (P.Ndimun, di Jatiguwi ada di Jalan ke Mentaraman, Sumberpucung ada di Pakel P. Munajab dan di Cengkek mbok Sinap (dekat SMEA PGRI Sumberpucung, di Karangkates ada di Sumberayu mbok Saminah, dan di Slorok (P.Nyono). 
Pada saat meletusnya G-30-S/PKI rumah prostitusi itu bubar, penghuninya ketakutan balik ke rumahnya masing-masing. Setelah situasi politik dan keamanan mulai stabil ( sekitar tahun 1967) anak P.Sirman yang bernama : Suparman kembali mengaktifkan germo bekas ayahnya di Dusun Suko. Seiring dengan situasi Politik dan keamanan mulai kondusif, Germo-germo lama di wilayah Kecamatan Sumberpucung yang dulunya sempat bubar, bermunculan kembali, bahkan jumlahnya semakin bertambah banyak seperti jamur di musim hujan, dari yang dulunya 8 germo menjadi 16 (enam belas) germo, yaitu : 1. Suparman, di Suko Sumberpucung, 2.    Pak Sumo Lokasi Dekat makam umum Karangkates, 3. B. Sinap tikungan Cengkek dekat SMEA PGRI Sumberpucung, 4. B. Siti  di timur Kantor Desa Sumberpucung, 5.    P.Munajab di Dusun Pakel Desa Sumberpucung, 6. B. Tarisah kidul masjid suko, 7.    B.Ngat, di tikungan menurun menuju SMAN 1 Sumberpucung Desa Jatiguwi, 8.    B.Warsi, di Mentaraman Wetan Jatiguwi, 9.    B. Tasmi di Dusun Ngrancah Desa Senggreng,10.  Dekat makam umum Dusun Ngrancah Desa Senggreng ,11.  B.Darsi di selatan Gentengan Turus Desa Ternyang,12.  B. Rukayah Kebonsari Ngebruk, 13. P. Ndimun kulon stasiun Ngebruk,14.  B. Saminah di Sumberayu Desa Karangkates,15.  P. Nyono di Desa Slorok. 16.  Di Desa Jambuwer saat ini bergabung dengan Kecamatan Kromengan.
Menjamurnya tempat-tempat prostitusi itu cukup meresahkan masyarakat di sekitar lokalisasi dan dipandang dapat memberi pengaruh buruk terhadap lingkungan sekitarnya, di samping itu upaya petugas keamanan dan petugas kesehatan dibuat kewalahan dalam memantau keamanan maupun pengendalian penyakit kelamin. Hal ini mendorong timbulnya kebijakan pemerintah agar tempat-tempat prostitusi itu di Lokalisir di satu tempat tertentu yang jauh dari lingkungan masyarakat. Pada tahun 1972 Muspika Kecamatan Sumberpucung mengambil langkah membubarkan Germo-germo yang berserakan di sudut-sudut desa dalam wilayah Kecamatan Sumberpucung, kemudian mengelompokkannya menjadi dua lokalisasi tempat pelacuran, yaitu Slorok dan satunya lagi di Dusun Suko. Dipilihnya kedua tempat ini karena lokasinya dinilai terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk. Terutama Lokalisasi Suko, terletak di sawah Dusun Suko, Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung, berdiri di atas tanah negara bekas jalan poros Sumberpucung-Kalipare (jalan ini terputus karena jembatannya terbenam waduk Sutami). Lokasi ini cukup terpencil, berada di tengah persawahan Dusun Suko. Komplek pelacuran ini berkembang terus dan menjadi besar.
Atas desakan dari berbagai pihak dan seiring dengan situasi awal reformasi, pada tahun 1999 lokalisasi Suko tersebut dibubarkan oleh Kepala Desa Sumberpucung. Ditutupnya lokalisasi itu cukup melegakan masyarakat yang tidak senang dengan keberadaan tempat prostitusi itu. Namun di sisi lain ada kelompok-kelompok yang mulai resah akibat dampak yang ditimbulkan, yaitu: Pendapatan tukang becak yang biasa mangkal menunggu muatan menuju Lokalisasi berkurang drastis, tukang cuci, tukang pijet, penjual berbagai macam kebutuhan, dan lain-lain kehilangan pekerjaan. Atas adanya kondisi yang demikian itu mereka berunjuk rasa menuntut agar Kepala Desa Sumberpucung tidak lagi melarang dibukanya kembali lokalisasi Suko. Kepala Desa tetap bergeming tidak mengijinkan dibukanya kembali lokalisasi itu.
Pasca reformasi, seiring dengan situasi keamanan yang sudah mulai membaik, para mucikari tidak putus asa, setelah mengalami kebuntuan dalam melobi Kepala Desa, mereka mengadakan pendekatan kepada Kamituwo untuk mengaktifkan Lokalisasi Suko. Sedikit demi sedikit lokalisasi itu mulai beroperasi kembali meskipun tanpa ada restu resmi dari Muspika, sehingga keberadaan Lokalisasi tersebut dapat dikatakan tidak terdaftar pada dinas terkait di Kabupaten Malang. Melihat perkembangan ini pihak aparat setempat ibarat menutup mata dengan jari renggang, alias kura-kura dalam perahu atas keberadaannya.. 
Tahun 2004 Bupati Malang memberi ijin pendirian bangunan untuk perumahan penduduk (tempat Lokalisasi) di atas sempadan saluran irigasi Dusun Suko, dengan jangka waktu selama 2(dua) tahun terhitung sejak 17 Maret 2004. Ijin diberikan kepada 79 orang atas nama Kuswoyo Kasil DKK. Bangunan tersebut dalam prakteknya digunakan untuk praktek germo dalam lokalisasi Suko.
Pada tahun 2014 Bupati Malang menutup semua Lokalisasi di Kabupaten Malang, termasuk juga Lokalisasi Suko, dengan demikian sejak saat itu secara resmi lokalisasi Suko dinyatakan telah ditutup.


GAMBAR UPACARA PENUTUPAN LOKALISAS SUKO









Denmbahbei, 17-7-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar