Kamis, 17 November 2016

BABAT DESO KARANGKATES



BABAD DESA KARANGKATES



          Pada masa Pemerintahan Kerajaan Kahuripan ada seorang Patih yang bernama KI JONOTHO. Ditugaskan oleh raja untuk meninjau seluruh wilayah Kerajaan,  hingga tiba di suatu tempat. Tempat tersebut ditandai dengan dua buah peninggalan :
  1. Arca berbentuk Gajah bertangan empat dengan banyak kepala tengkorak di kakinya.
  2. Batu yang bertumpuk.

Kedua peninggalan ini bukan tanpa tujuan, karena kelak pada suatu masa akan ada seseorang yang gagah perkasa yang dapat mempersatukan Nusantara yaitu ” GAJAH MADA ”. Namun untuk itu dibutuhkan pengorbanan yang besar dari seluruh rakyat dengan jiwa raga.

Demikian pula dengan peninggalan ” BATU TUMPUK ”, karena kelak di wilayah ini akan ada batu yang ditumpuk-tumpuk berbentuk Bendungan yang sekarang dikenal dengan Bendungan Sutami dan Bendungan Lahor. Dari sini tampak nenek moyang telah meramalkan akan kejadian di masa yang akan datang. Oleh karena itu Kedua Peninggalan tersebut tidak dapat dipisahkan dari Desa Karangkates.

Selanjutnya pada masa kekuasaan Kerajaan Mataram Hindu ada seorang Adipati yang bernama PANJI PULANGJIWO. Kekuasaan Adipati ini meliputi wilayah Kadipaten Jenggolo perbatasan sebelah Barat sejak Pantai Selatan daerah Wates (sekarang Kabupaten Blitar) hingga Sungai Lahor (Sekarang Desa Karangkates) ke arah utara hingga Wates (sekarang Kabupaten Kediri). Dalam beberapa Panggilan kerajaan, Adipati PANJI PULANGJIWO tidak mau menghadiri. Oleh karena itu dianggap Adipati PANJI PULANGJIWO ”mbalelo” (memberontak). Terhadap Adipati yang mbalelo diperintahkan Senopati Mataram yang bernama SURONTANI yang memiliki pusaka Ampuh ”Cinde Manik Astagina” untuk ”menumpas” pemberontakan Adipati PANJI PULANGJIWO. Untuk melaksanakan tugas tersebut Senopati SURONTANI dilengkapi dengan pasukan lengkap dengan seluruh perbekalan dan persenjataan terbaik masa itu.

Untuk menyambut kedatangan pasukan musuh Adipati PANJI PULANGJIWO memerintahkan pasukan khusus yang dipimpin oleh seorang Senopati Wanita yaitu PROBORETNO.

Rombongan pasukan Senopati SURONTANI akhirnya tiba pada suatu tempat dimana seluruh pasukan telah kehabisan bekal makanan. Akhirnya menemukan sungai kecil yang airnya jernih. Seluruh pasukan minum di sungai tersebut namun karena perut yang kosong sehingga terasa ” AOR ”(bhs jawa). Akhirnya Senopati SURONTANI berkata sungai ini di masa datang akan diberi nama ”LAHOR”.

 

Seluruh pasukan meneruskan perjalanan akhirnya tiba di suatu Bukit dimana di atas bukit tampak sekumpulan Pohon buah yang getahnya ”MENETES”. Seluruh pasukan akhirnya dapat memetik buah tersebut. Buah tersebut tampak dipelihara oleh seseorang sehingga tampak tumbuh dalam suatu pekarangan rumah penduduk. Karena mendapat sesuatu untuk mengganjal perut sehingga pasukan sudah tidak kelaparan lagi Senopati SURONTANI berkata di masa mendatang kampung ini akan diberi nama ”KARANGKATES”. Hal ini karena di pekarangan ini banyak buah yang dapat dimakan dan getahnya menetes.

Akhirnya Pasukan Senopati SURONTANI melanjutkan perjalannya untuk memerangi Adipati PANJI PULANGJIWO yang ”mbalelo” menuju arah ”KEPANJIAN” (sekarang ”KEPANJEN”).

 Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda Anggota Pasukan tersebar ke seluruh wilayah Pulau Jawa. Ada salah seorang yang bernama MBAH WONOUDHO sampai di suatu  Kampung yang telah diberi nama oleh Adipati SURONTANI menjadi KARANGKATES. Mbah WONOUDHO tetap memelihara dua peninggalan Ki JONOTHO. Berpesan kepada anak keturunannya agar memelihara tradisi leluhur menghormati kepada orang yang telah berjasa. Baik kepada KI JONOTHO ataupun Adipati SURONTANI. Mbah WONOUDHO dimakamkan di Pemakaman UMUM DAWUNG KARANGKATES.

Demikian pula MBAH RONO SUWITO beserta istrinya MBAH SITI RUKAYAH membuka kampung yang kelak diberi nama BANDUNG. Beliau dimakamkan di suatu tempat ”SITI HINGGIL” di wilayah dukuh Bandung.

Di suatu tempat areal persawahan Dukuh Bandung ada Pohon ”BERINGIN” yang berukuran sangat besar. Pohonnya berwarna putih, warga sekitar menyebut ”WARINGIN PUTIH”. Di bawah ditumbuhi tanaman ”Lumbu”. Karena begitu besarnya sehingga di bawah pohon sampai gelap ”peteng”.   Warga sekitar menyebut wilayah persawahan sekitar pohon tersebut dengan ”LUMBUPETENG”.
Petani menganggap pohon Waringin tersebut menutupi sinar matahari sehingga menurunkan produksi tanaman sekitarnya. Sehingga berkeputusan untuk memotong pohon waringin tersebut. Pagi dipotong malam harinya tumbuh lagi, malam dipotong pagi harinya tumbuh lagi. Sehingga warga masyarakat resah bagaimana agar pohon ini dapat dipotong dan tidak tumbuh lagi.

Tokoh masyarakat akhirnya berupaya dengan berbagai cara akhirnya diputuskan dengan ”menanggap Ledek Keliling” di depan pohon disaksikan seluruh petani dan disuguhi
minum ”dawet”. Pada saat itu dilagukan 9 gending dan ditarikan oleh ”Ledek” keliling tersebut. Petani yang suka menari dipersilahkan mengikuti tarian ledek yang telah disewa.

Setelah selesai pohon waringin tersebut dipotong beramai-ramai. Ternyata malam harinya tidak tumbuh. Warga Lumbupeteng melestarikan kejadian ini dengan mengadakan ”BARIKAN” setiap awal musim tanam padi dengan harapan yang Maha Kuasa Memberi Rahmat hasil Panen yang melimpah dijauhkan dari hama dan penyakit baik tanaman maupun petani yang merawat tanaman di Lumbupeteng.

Pemecahan desa merupakan salah satu strategi dalam pemberdayaan masyarakat. Dimana, dengan pembagian luas wilayah dan jumlah penduduk yang seimbang diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat serta keberhasilan pembangunan dapat dicapai. Tentunya, tidak terlepas dari kondisi desa serta potensi-potensi sebagai sumberdaya pembangunan. Baik potensi penduduk dari segi umur, penduduk menurut tingkat pendidikan, komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dan berdasarkan agama. Demikian halnya dari sisi pemerintahan desa yang meliputi pendapatan asli desa dan pajak bumi dan bangunan, orbitrasi serta sarana dan prasarana lain sebagai sumberdaya pendukung pelaksanaan pembangunan pemerintahan yang baru harus memiliki strategi yang kuat untuk menyesuaikan dan mengikuti perkembangan dan kemajuan desa yang lain yang lebih dulu, sehingga pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dapat berdayaguna dan berhasil.

Mencermati keadaan Desa Sumberpucung, dimana dengan luas wilayah 1.239,295 Ha serta jumlah penduduk sebesar 19.256 jiwa atau sekitar 5.606 KK, ini sangat menyulitkan Pemerintah Desa dalam melakukan koordinasi dengan masyarakat. Keadaan semacam ini dengan sendirinya akan banyak berpengaruh terhadap efektivitas tugas aparatur pemerintahan dalam menjalankan roda pemerintah desa. Dengan kondisi yang demikian pula maka tugas dan tanggung jawab aparatus pemerintah desa sebagai ujung tombak pemerintahan semakin berat. Dimana, pada masa sekarang peranan pemerintah desa sebagai struktur perantara yaitu sebagai penghubungantara masyarakat desa dengan pemerintah dan masyakarat di luar desa, selain juga sebagai agen pembaharuan sangat menuntut untuk dilaksanakan. Kendala ini sangat menuntut perhatian yang mendalam dari aparat pemerintah untuk dicari pemecahannya. Sebab keadaan semacam ini akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini perlu segera diimbangi dengan pemekaran desa dan pemberdayaan desa, sehingga masyarakat merasa ikut serta secara langsung dalam permasalahan yang ada dalam masyakarat itu sendiri dan ikut terlibat dalam upaya mengatasi permasalahan dimaksud.
Bertolak dari permasalah diatas, Pemerintah Desa Sumberpucung mengambil kebijakan nyata dengan mengeluarkan Surat Keputusan Desa Sumberpucung Kec. Sumberpucung Kab. Malang Tk. II Malang No. 144/02/429.520.101/2001 Tentang Usulan Pemecahan Desa Sumberpucung, serta berlandaskan atas Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 05 Tahun 2000 Tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Desa. Maka tanggal 01 Agustus 2001 pemecahan Desa Sumberpucung resmi dilakukan menjadi 2 (dua) desa yakni Desa Sumberpucung dan Desa Karangkates. Desa Sumberpucung sebagai desa induk dengan wilayah meliputi 3 (tiga) dusun, yaitu Dusun Pakel, Dusun Krajan, dan Dusun Suko dengan luas wilayah 609,359 Ha dan jumlah penduduk 10,294 jiwa (3.106 KK). Dan Desa Karangkates sebagai Desa Persiapan yang meliputi 2 (dua) dusun, yaitu Dusun Karangkates dan Dusun Bandung dengan luas wilayah 789,726 Ha serta jumlah penduduk 8.964 jiwa (2.509 KK).
Denmbahbei, 2016
Sumber cerita : Pemdes Karangkates.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar