BABAD DESA KARANGKATES
Pada masa
Pemerintahan Kerajaan Kahuripan ada seorang Patih yang bernama KI JONOTHO.
Ditugaskan oleh raja untuk meninjau seluruh wilayah Kerajaan, hingga tiba di suatu tempat. Tempat tersebut
ditandai dengan dua buah peninggalan :
- Arca berbentuk Gajah bertangan empat dengan banyak kepala tengkorak di kakinya.
- Batu yang bertumpuk.
Kedua peninggalan ini bukan tanpa tujuan, karena kelak
pada suatu masa akan ada seseorang yang gagah perkasa yang dapat mempersatukan
Nusantara yaitu ” GAJAH MADA ”. Namun untuk itu dibutuhkan pengorbanan yang
besar dari seluruh rakyat dengan jiwa raga.
Demikian pula dengan peninggalan ” BATU TUMPUK ”, karena
kelak di wilayah ini akan ada batu yang ditumpuk-tumpuk berbentuk Bendungan
yang sekarang dikenal dengan Bendungan Sutami dan Bendungan Lahor. Dari sini
tampak nenek moyang telah meramalkan akan kejadian di masa yang akan datang.
Oleh karena itu Kedua Peninggalan tersebut tidak dapat dipisahkan dari Desa
Karangkates.
Selanjutnya pada masa kekuasaan Kerajaan Mataram Hindu
ada seorang Adipati yang bernama PANJI PULANGJIWO. Kekuasaan Adipati ini
meliputi wilayah Kadipaten Jenggolo perbatasan sebelah Barat sejak Pantai
Selatan daerah Wates (sekarang Kabupaten Blitar) hingga Sungai Lahor (Sekarang
Desa Karangkates) ke arah utara hingga Wates (sekarang Kabupaten Kediri). Dalam
beberapa Panggilan kerajaan, Adipati PANJI PULANGJIWO tidak mau menghadiri.
Oleh karena itu dianggap Adipati PANJI PULANGJIWO ”mbalelo” (memberontak).
Terhadap Adipati yang mbalelo diperintahkan Senopati Mataram yang bernama
SURONTANI yang memiliki pusaka Ampuh ”Cinde Manik Astagina” untuk ”menumpas”
pemberontakan Adipati PANJI PULANGJIWO. Untuk melaksanakan tugas tersebut
Senopati SURONTANI dilengkapi dengan pasukan lengkap dengan seluruh perbekalan
dan persenjataan terbaik masa itu.
Untuk menyambut kedatangan pasukan musuh Adipati PANJI
PULANGJIWO memerintahkan pasukan khusus yang dipimpin oleh seorang Senopati
Wanita yaitu PROBORETNO.
Rombongan pasukan Senopati SURONTANI akhirnya tiba pada
suatu tempat dimana seluruh pasukan telah kehabisan bekal makanan. Akhirnya
menemukan sungai kecil yang airnya jernih. Seluruh pasukan minum di sungai
tersebut namun karena perut yang kosong sehingga terasa ” AOR ”(bhs jawa). Akhirnya Senopati SURONTANI berkata sungai ini di
masa datang akan diberi nama ”LAHOR”.
Seluruh pasukan meneruskan perjalanan akhirnya tiba di
suatu Bukit dimana di atas bukit tampak sekumpulan Pohon buah yang getahnya
”MENETES”. Seluruh pasukan akhirnya dapat memetik buah tersebut. Buah tersebut
tampak dipelihara oleh seseorang sehingga tampak tumbuh dalam suatu pekarangan
rumah penduduk. Karena mendapat sesuatu untuk mengganjal perut sehingga pasukan
sudah tidak kelaparan lagi Senopati SURONTANI berkata di masa mendatang kampung
ini akan diberi nama ”KARANGKATES”. Hal ini karena di pekarangan ini banyak buah
yang dapat dimakan dan getahnya menetes.
Akhirnya Pasukan Senopati SURONTANI melanjutkan
perjalannya untuk memerangi Adipati PANJI PULANGJIWO yang ”mbalelo” menuju arah
”KEPANJIAN” (sekarang ”KEPANJEN”).
Setelah Pangeran
Diponegoro ditangkap Belanda Anggota Pasukan tersebar ke seluruh wilayah Pulau
Jawa. Ada salah seorang yang bernama MBAH WONOUDHO sampai di suatu Kampung yang telah diberi nama oleh Adipati
SURONTANI menjadi KARANGKATES. Mbah WONOUDHO tetap memelihara dua peninggalan
Ki JONOTHO. Berpesan kepada anak keturunannya agar memelihara tradisi leluhur
menghormati kepada orang yang telah berjasa. Baik kepada KI JONOTHO ataupun
Adipati SURONTANI. Mbah WONOUDHO dimakamkan di Pemakaman UMUM DAWUNG
KARANGKATES.
Demikian pula MBAH RONO SUWITO beserta istrinya MBAH SITI RUKAYAH
membuka kampung yang kelak diberi nama BANDUNG. Beliau dimakamkan di suatu
tempat ”SITI HINGGIL” di wilayah dukuh Bandung.
Di suatu tempat areal persawahan Dukuh Bandung ada Pohon
”BERINGIN” yang berukuran sangat besar. Pohonnya berwarna putih, warga sekitar
menyebut ”WARINGIN PUTIH”. Di bawah ditumbuhi tanaman ”Lumbu”. Karena begitu
besarnya sehingga di bawah pohon sampai gelap ”peteng”. Warga sekitar menyebut wilayah persawahan
sekitar pohon tersebut dengan ”LUMBUPETENG”.
Petani menganggap pohon Waringin tersebut menutupi sinar
matahari sehingga menurunkan produksi tanaman sekitarnya. Sehingga berkeputusan
untuk memotong pohon waringin tersebut. Pagi dipotong malam harinya tumbuh
lagi, malam dipotong pagi harinya tumbuh lagi. Sehingga warga masyarakat resah
bagaimana agar pohon ini dapat dipotong dan tidak tumbuh lagi.
Tokoh masyarakat akhirnya berupaya dengan berbagai cara
akhirnya diputuskan dengan ”menanggap
Ledek Keliling” di depan pohon disaksikan seluruh petani dan disuguhi
minum ”dawet”.
Pada saat itu dilagukan 9 gending dan ditarikan oleh ”Ledek” keliling tersebut. Petani yang suka menari dipersilahkan
mengikuti tarian ledek yang telah disewa.
Setelah selesai pohon waringin tersebut dipotong
beramai-ramai. Ternyata malam harinya tidak tumbuh. Warga Lumbupeteng
melestarikan kejadian ini dengan mengadakan ”BARIKAN” setiap awal musim tanam
padi dengan harapan yang Maha Kuasa Memberi Rahmat hasil Panen yang melimpah
dijauhkan dari hama dan penyakit baik tanaman maupun petani yang merawat
tanaman di Lumbupeteng.
Pemecahan desa merupakan salah satu strategi dalam
pemberdayaan masyarakat. Dimana, dengan pembagian luas wilayah dan jumlah
penduduk yang seimbang diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat serta keberhasilan pembangunan dapat dicapai. Tentunya, tidak
terlepas dari kondisi desa serta potensi-potensi sebagai sumberdaya
pembangunan. Baik potensi penduduk dari segi umur, penduduk menurut tingkat
pendidikan, komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dan berdasarkan
agama. Demikian halnya dari sisi pemerintahan desa yang meliputi pendapatan
asli desa dan pajak bumi dan bangunan, orbitrasi serta sarana dan prasarana
lain sebagai sumberdaya pendukung pelaksanaan pembangunan pemerintahan yang
baru harus memiliki strategi yang kuat untuk menyesuaikan dan mengikuti
perkembangan dan kemajuan desa yang lain yang lebih dulu, sehingga pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa dapat berdayaguna dan berhasil.
Mencermati keadaan Desa Sumberpucung, dimana dengan luas
wilayah 1.239,295 Ha serta jumlah penduduk sebesar 19.256 jiwa atau sekitar
5.606 KK, ini sangat menyulitkan Pemerintah Desa dalam melakukan koordinasi
dengan masyarakat. Keadaan semacam ini dengan sendirinya akan banyak berpengaruh
terhadap efektivitas tugas aparatur pemerintahan dalam menjalankan roda
pemerintah desa. Dengan kondisi yang demikian pula maka tugas dan tanggung
jawab aparatus pemerintah desa sebagai ujung tombak pemerintahan semakin berat.
Dimana, pada masa sekarang peranan pemerintah desa sebagai struktur perantara
yaitu sebagai penghubungantara masyarakat desa dengan pemerintah dan masyakarat
di luar desa, selain juga sebagai agen pembaharuan sangat menuntut untuk
dilaksanakan. Kendala ini sangat menuntut perhatian yang mendalam dari aparat
pemerintah untuk dicari pemecahannya. Sebab keadaan semacam ini akan terus
berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini perlu segera
diimbangi dengan pemekaran desa dan pemberdayaan desa, sehingga masyarakat
merasa ikut serta secara langsung dalam permasalahan yang ada dalam masyakarat
itu sendiri dan ikut terlibat dalam upaya mengatasi permasalahan dimaksud.
Bertolak dari permasalah diatas, Pemerintah Desa
Sumberpucung mengambil kebijakan nyata dengan mengeluarkan Surat Keputusan Desa
Sumberpucung Kec. Sumberpucung Kab. Malang Tk. II Malang No.
144/02/429.520.101/2001 Tentang Usulan Pemecahan Desa Sumberpucung, serta
berlandaskan atas Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 05 Tahun 2000 Tentang
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Desa. Maka tanggal 01 Agustus 2001
pemecahan Desa Sumberpucung resmi dilakukan menjadi 2 (dua) desa yakni Desa
Sumberpucung dan Desa Karangkates. Desa Sumberpucung sebagai desa induk dengan
wilayah meliputi 3 (tiga) dusun, yaitu Dusun Pakel, Dusun Krajan, dan Dusun
Suko dengan luas wilayah 609,359 Ha dan jumlah penduduk 10,294 jiwa (3.106 KK).
Dan Desa Karangkates sebagai Desa Persiapan yang meliputi 2 (dua) dusun, yaitu
Dusun Karangkates dan Dusun Bandung dengan luas wilayah 789,726 Ha serta jumlah
penduduk 8.964 jiwa (2.509 KK).
Denmbahbei, 2016
Sumber cerita : Pemdes Karangkates.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar