Kiranya kita sama-sama
menyadari bahwa akibat globalisasi saat ini di samping pengaruh yang positif,
ternyata dampak negative yang ditimbulkan cukup besar pengaruhnya terhadap
nilai-nilai moral adat dan budaya ketimuran yang selama ini kita junjung
tinggi. Dalam hal ini Adat/budaya ketimuran yang kita maksud adalah orang yang
dalam tata dan perilaku kehidupan kesehariannya mengikuti norma adat dan
kebiasaan sesuai Budaya Jawa yang adiluhung. Kini pengembangan nilai
adat/budaya Jawa yang Adiluhung ini sangat minim sekali. Perkembangannya boleh
dikatakan jalan ditempat bahkan boleh dibilang melangkah mundur karena
terlindas pesatnya pengaruh globalisasi. Sudah sejak lama di sekolah tidak
diajarkan lagi mata pelajaran pendidikan Budi Pekerti
yang identik dengan Pengetahuan Budaya Jawa yang adiluhung itu. Pada hal di
dalamnya berisi : Tata krama (sopan santun), tata bahasa, tata
busana, seni-budaya yang sangat sesuai dengan norma dan nilai kejiwaan bangsa
kita. Apalagi baca tulis huruf jawa, bagi anak-anak jaman sekarang huruf jawa
dianggap tulisan aneh, pada hal huruf-huruf itu kreasi asli nenek moyang kita
yang mengandung filosofi dan penuh makna. Justru Pelajaran bahasa Inggris
menjadi pelajaran wajib. Kita yang hidup di negara Pancasila ini sudah cukup
lama tidak mengenyam mata Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) yang dihapus dari kurikulum pendidikan di
sekolah dan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaan (PKN) yang tak menyentuh
moralitas yang menjiwai nilai-nilai Pancasila. Boleh dibilang bahwa saat ini
kita telah kehilangan satu generasi berbudi pekerti luhur akibat dihilangkannya
mata pelajaran Budi Pekerti. Sebagai dampaknya dapat dilihat dan dirasakan saat
ini, di dalam kehidupan sehari hari tata
krama sudah tidak menjadi tata aturan
pergaulan yang dipedomani, tata bahasa sudah campur aduk tak sesuai dengan pakemnya,
tata busana sudah tidak lagi mengindahkan nilai kesantunan, seni tradisional
dianggap kuno dan membosankan, budaya jawa dianggap JADUL yang sudah tidak
sesuai dengan perkembangan jaman. Ini semua menjadi pertanda mulai menipisnya
nilai-nilai moral dan adat budaya bangsa ini. Ironisnya, justru bangsa-bangsa
lain sangat antusias belajar Budaya Jawa yang adiluhung. Kita tentu pernah
melihat di layar TV bagaimana orang manca negara dengan bangga berbusana
tradisional jawa, memainkan Gamelan, melantunkan tembang jawa. Tetapi justru
anak-anak negeri sendiri lebih bangga berbusana compang-camping dengan dalih
mengikuti mode yang lagi ngetrend, bangga memainkan musik-musik Metal.
Pertanyaan kita, apa yang kini sedang terjadi ? oleh karena itu apabila kita tidak
berbuat sesuatu, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti justru kita yang
akan belajar di negeri orang tentang Budaya kita sendiri. Ada suatu cerita lucu, di dalam suatu bus
yang sedang berjalan, ada seorang penumpang turis bule yang duduk dibelakang
sopir. Secara berkelekar si Sopir menyuruh kondekturnya untuk menanyai si Turis
bule. Dengan bahasa jawa Sopir itu menyeru kepada sang Kondektur : ” He
kondektur, coba takonono Wedus gik mburiku iki arep mudun ngendi” ? tanpa
disangka tiba-tiba si Turis Bule menjawab dengan bahasa jawa : ” Weduse bade
mandap solo, mas” . si Sopir terkejut dan tersipu-sipu malu, dan jadi bahan
tertawaan penumpang dalam bus itu. Nah, memalukan.
Pengaruh negatif dari arus
globalisasi dengan mudahnya merasuki jiwa anak-anak, bahkan orang-orang dewasa
tak sedikit yang terbawa arus terkena pengaruh negative yang beraneka ragam
bentuknya. Kiranya kita semua sepakat bahwa untuk mencegah masuknya pengaruh
negative dalam kehidupan ini adalah dengan cara membentengi diri dengan budaya
asli bangsa kita. Kita memang dituntut untuk berpacu dengan waktu mengikuti
laju perkembangan jaman guna mengejar masa depan ke arah keadaan yang lebih
baik, namun bukan berarti harus mengorbankan adat budaya yang adiluhung ini.
Dalam salah satu bait lagu kebangsaan kita “Indonesia raya” di situ tersebut
kalimat “ Bangunlah Jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya”.
Dari kalimat ini para pendiri negeri ini mempunyai cita-cita ingin agar rakyat
Indonesia mempunyai jiwa yang berkarakter dan tangguh untuk dapat membentengi
diri dari pengaruh negative, yang pada ujungnya dapat mengisi kemerdekaan ini
dengan perbuatan positif untuk kesejahteraan bersama.
Bila membaca situasi dan kondisi saat ini kami melihat
bahwa, dengan cerdas Pemerintah Kabupaten Malang di bawah kepemimpinan Bang H.
Rendra Kresna menyikapinya dengan visi dan misi “ MADEP MANTEB” yang secara
sederhana kami tangkap maksudnya bahwa, jajaran manajemen Pemerintah Kabupaten
Malang dalam penyelenggaraan pemerintahannya ingin mewujudkan mimpi pendiri
negeri ini dengan menciptakan masyarakat Kabupaten Malang yang berkarakter :
Mandiri, Agamis, Demokratis, Produktif, Maju, Aman, Tertib dan Berdaya Saing. Artinya
dan maknanya bahwa : ”masyarakat yang mandiri tentu masyarakat yang
berkualitas, karena mustahil masyarakat yang tak berkualitas mampu mengatasi
segala permasalahannya. Masyarakat yang berkualitas sudah tentu dalam menjalani
kehidupan social kemasyarakatannya selalu berpedoman kepada norma-norma adat
dan budaya bangsa sendiri, yang dilaksanakan selaras dengan norma agama yang di
dalamnya mengandung norma hukum dan norma kepatutan. Azas demokrasi menjadi
pegangan dalam pandangan politiknya, mereka sangat produktif dalam berbagai hal
yang positif karena kualitas pengetahuan dan kemampuannya yang memadai. Dengan
masyarakat yang berkualitas, Negara (khususnya Kabupaten Malang) akan maju,
situasi dan kondisi keamanan terjamin, semua giat masyarakat berjalan tertib
dan teratur, maka oleh karena hal demikian maka daya saing (nilai tawar)
masyarakat Kabupaten Malang
sangat kompetitif dan berkualitas tinggi dan disegani”.
Dari uraian tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa roh dari visi-misi “Madep Manteb” adalah terletak pada pembangunan
masyarakat yang berkarakter adat dan budaya lokal namun agamis, karena dengan
masyarakat yang teguh melestarikan Budaya lokal tetapi tetap taat menjalankan
tuntunan agama maka masyarakat berkualitas yang diharapkan secara harfiah akan mudah
terwujud. Menurut kami masyarakat yang berkualitas adalah terdiri dari
individu-individu yang berkarakter, beriman dan berilmu, trampil dan berdaya
saing.
Sangat terasa sekali bahwa
“Madep Manteb” adalah merupakan pengejawantahan dari pola hidup sehari-hari
masyarakat Kabupaten Malang, dapat dibilang bahwa “Madep Manteb” adalah
kristalisasi karakter dari masyarakat Kabupaten Malang. Sungguh brilyan jajaran
manajemen Pemerintah Kabupaten Malang dalam menggali dan menelorkan visi misi
“Madep Manteb” dalam membangun Kabupaten Malang tercinta ini karena dengan visi misi ini akan membimbing masyarakat Kabupaten Malang ke arah yang tepat dan benar .
Visi-misi Kabupaten Malang
“Madep Manteb” yang cerdas itu menjadi semakin mempunyai daya dorong yang kuat
dan daya gelitik yang sangat merangsang masyarakat untuk mewujudkannya setelah
disuntik dengan motto “ Berpikir maju, Bertindak nyata, Berhasil bersama”,
sebab bagaimanapun bagusnya suatu konsep, tanpa adanya tindakan nyata dari
masyarakat yang berpikiran maju mustahil akan menghasilkan prestasi. Dan suatu
prestasi yang dihasilkan dari langkah nyata yang dilakukan oleh masyarakat yang
berpikiran maju tersebut akan menjadi kebanggaan dan dirasakan bersama seluruh
warga Kabupaten Malang tanpa harus ada yang merasa sok pahlawan. Hal ini merupakan suatu ajakan merajut rasa
kebersamaan kepada seluruh elemen masyarakat untuk membangun Kabupaten Malang. Berhasil
tidaknya visi misi yang baik ini tergantung dari keseriusan implementasinya.
Para pengurus Sanggar bersama Bupati Malang "Rendra Kresna"
Menyikapi kondisi ini
sekelompok warga Kecamatan Sumberpucung yang pernah belajar pawiyatan Budaya
Jawa pada Sanggar Pasinaon Pambiworo Kraton Surakarta Hadiningrat berkehendak
ikut nguri-uri Budoyo Jowo , dan
sejak tahun 2014 di Sumberpucung telah berdiri Sanggar Pasinaon Pambiworo Kraton
Surakarta Hadiningrat cabang Malang. Pada waktu pembukaannya dihadiri sendiri
oleh rombongan bangsawan dari Kraton Solo yaitu : GRA. Wandan Sari , KPH.
Raditya Lintang Sasongka (BRM. Bambang Irawan), Dr. Ir. KRT. Sunarto Manirat
Dwijonagoro, M.P), dan lain-lain.
Hingga tahun 2017 sudah 3 angkatan yang berhasil lulus, dan diwisuda di Kraton Solo. Bagi anda yang berminat mengikuti pembelajaran, dapat mnghubungi no WA : 0812 3395 5566
Denmbahbei, 30 Juli 2017
Denmbahbei, 30 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar